Sie Djin
Koei (ejaan sekarang Si Jin Kui) adalah komik cerita silat China dalam versi
bahasa Hokian (bahasa Mandarin : Xue Ren-gui) yang bertutur tentang kisah
seorang Jenderal yang sangat perkasa di era Dinasti Tang. Cerita sejarah
bercampur legenda China itu dikomikkan oleh Siauw
Tik Kwie alias Oto Suastika, orang Solo yang sama sekali (pada waktu menggambar
komik itu selama 7 tahun nonstop untuk majalah Star Weekly) belum pernah ke
China (baru pada akhir hidupnya Oto mengunjungi China). Anehnya, apa yang
dilukiskan Oto Suastika (yang dikenal juga sebagai Ki Oto Suastika karena
beliau penganut filsafat Ki Agung Suryo
Mentaram) sangat mirip dengan keadaan sesungguhnya di negeri China sendiri.
Jadi mirip dengan Karl May, penulis
buku tentang Winnetou, pahlawan
Indian Amerika, yang selama hidupnya juga tidak pernah ke Amerika.
Sie Djin
Koei bukan hanya cerita komik di majalah saja yang kemudian diterbitkan sebagai
buku komik, tetapi cerita itu juga dapat disaksikan pula dalam bentuk
pertunjukan Wayang Potehi. Biasanya
pada waktu-waktu tertentu seperti menjelang Cap Go Meh, atau ada acara
sembahyangan, kelenteng di daerah Pecinan mempertontonkan wayang potehi.
Cerita Sie
Djin Koei selain dipertontonkan dalam bentuk wayang potehi, juga ditampilkan
dalam versi Wayang Tavip, yaitu
teknik wayang terkini yang diciptakan oleh seorang dalang yang bernama Tavip (seorang pibumi asli yang lahir
tahun 1964, ketika Bung Karno mengucapkan pidato “Tahun Vivere Pericoloso atau disingkat Tavip).
Tokoh Shie
Djin Koei sendiri mempunyai nama Jawa yaitu Sudiro, sehingga kisah Shie Djin
Koei dikenal baik oleh masyarakat Jawa.
Keterangan :
1. Wayang Potehi : Wayang boneka yang dimainkan dengan jari-jari tangan
seorang dalang. Wayang Potehi dibawakan dalam bahasa Indonesia campur Hokian,
dengan iringan musik kendang dan perkusi sejenis simbal khas China, lengkap
dengan suluk (narasi yang dinyanyikan ) dalam bahasa China.
Wayang Potehi pernah dilarang selama pemerintahan Orde Baru.
2. Wayang Tavip : Teknik wayang kontemporer yang diciptakan oleh seorang
dalang yang bernama Tavip.
3. Dalang Tavip : Seorang pibumi asli yang lahir tahun 1964, ketika Bung
Karno mengucapkan pidato “Tahun Vivere
Pericoloso atau disingkat Tavip. Tavip menyelesaikan pendidikan
strata-1-nya di ISI (Institut Seni Indonesia) Bandung dan menamatkan
strata-2-nya di ISI Yogyakarta.
Ia membuat sejenis wayang kulit, tetapi dari balik layar penonton bisa
menyaksikan wayang-wayang itu dalam tampilan full color, berbeda dengan wayang
kulit purwa yang hanya terlihat sebagai bayangan hitam saja. Musik nya akapela
(mulut) saja tanpa gamelan sama sekali. Hanya ada kotak dan kecrek untuk dalang
memberi aksentuasi pada cerita (seperti wayang kulit biasa). Tim akapela ada
beberapa orang yang tugasnya adalah menyanyi, bertepuk tangan, dan terkadang
berdialog atau mengintervensi monolog dalang. Dengan demikian wayang Tavip
terkesan lucu dan menyegarkan.
Lakon wayang Tavip bisa cerita apa saja, bahkan bisa dipesan. Misalnya
cerita riwayat hidup seseorang atau tentang keluarga. Wayang-wayangnya akan
dibuat khusus untuk menggambarkan tiap tokoh dalam cerita itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar