Rabu, 20 November 2013

JIB BOK, AWALI RITUAL MELEPAS KEPERGIAN

     Tionghoa merupakan salah satu etnis yang sangat menjaga tradisi leluhurnya. Walaupun sudah tersebar di beberapa negara dan tempat serta telah berasimilasi dengan budaya setempat, beberapa etnis Tionghoa masih menjaga budaya tersebut. Hal itu antara lain bisa dilihat pada rangkaian ritual kematian.
     Mengutip dari buku Media, Kematian, dan Identitas Budaya Minoritas karya Iwan Awaluddin Yusuf, dalam pemakaman etnis Tionghoa tradisional, terutama bagi yang beragama Konghucu, rangkaian ritual upacara kematian masih dilaksanakan dengan budaya leluhur yang kental.
     Semua ini dilakukan dengan sakral dan khidmat dengan berbagai tahapan.
     Upacara tradisional kematian Tionghoa diawali dengan upacara sembahyang tutup peti, atau Jib Bok dalam bahasa Hokian. Jib berarti masuk, sedangkan Bok artinya peti. Jadi, Jib Bok adalah upacara memasukkan jenazah ke dalam peti mati.
     Selama disemayamkan, jenazah sudah diberi penghormatan, dipimpin oleh padri atau disebut juga Sai Kong atau Thokong (Bikhu atau Bikhuni). Sanak keluarga berkumpul dengan mengenakan pakaian berkabung. Mereka semua diminta untuk membakar dupa, berlutut, dan mengelilingi peti mati berulang-ulang sebagai tanda hormat. Anak sulung (laki-laki) memegang Tong Huan, suatu benda yang terbuat dari ranting-ranting bambu sebagai alat sembahyang selama ritual berlangsung.
     Jenazah tersebut dimasukkan ke dalam peti setelah ditetapkan hari dan jamnya untuk dilakukan penitupan peti. Jenazah tersebut masukkan bersama-sama barang-barang kesukaan almarhum kemudian petinya dipenuhi dengan uang kertas sembahyang. Setelah semuanya selesai dimasukkan, peti bersiap untuk ditutup dan upacara berlanjut ke ritual selanjutnya, yaitu memaku peti jenazah.
     Pada saat paku pertama hendak ditancapkan, padri mengucapakan kalimat, “It thiam teng, po pi kia sai” yang artinya “paku pertama diberkatilah anak menantu”. Demikian seterusnya sampai paku ke empat. Setelah itu, diadakan doa dengan harapan agar meringankan dosa yang diperbuat oleh orang yang meninggal itu.
     Menggeser peti mati, dalam budaya Tionghoa, harus dilakukan hati-hati dan tidak bisa sembarangan. Saat menggeser, jangan sampai peti mati menyentuh kusen pintu rumah, roh almarhum akan tinggal di tempat yang tersenggol dan bisa mengganggu kehidupan sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar