Tionghoa merupakan salah satu etnis yang sangat menjaga
tradisi leluhurnya. Walaupun sudah tersebar di beberapa negara dan tempat serta
telah berasimilasi dengan budaya setempat, beberapa etnis Tionghoa masih menjaga
budaya tersebut. Hal itu antara lain bisa dilihat pada rangkaian ritual
kematian.
Mengutip dari buku Media, Kematian, dan Identitas Budaya
Minoritas karya Iwan Awaluddin Yusuf, dalam pemakaman etnis Tionghoa
tradisional, terutama bagi yang beragama Konghucu, rangkaian ritual upacara
kematian masih dilaksanakan dengan budaya leluhur yang kental.
Semua ini dilakukan dengan sakral dan khidmat dengan
berbagai tahapan.
Upacara tradisional kematian Tionghoa diawali dengan upacara
sembahyang tutup peti, atau Jib Bok dalam bahasa Hokian. Jib
berarti masuk, sedangkan Bok artinya peti. Jadi, Jib Bok adalah
upacara memasukkan jenazah ke dalam peti mati.
Selama disemayamkan, jenazah sudah diberi penghormatan,
dipimpin oleh padri atau disebut juga Sai Kong atau Thokong (Bikhu atau
Bikhuni). Sanak keluarga berkumpul dengan mengenakan pakaian berkabung. Mereka
semua diminta untuk membakar dupa, berlutut, dan mengelilingi peti mati berulang-ulang
sebagai tanda hormat. Anak sulung (laki-laki) memegang Tong Huan, suatu benda
yang terbuat dari ranting-ranting bambu sebagai alat sembahyang selama ritual
berlangsung.
Jenazah tersebut dimasukkan ke dalam peti setelah ditetapkan
hari dan jamnya untuk dilakukan penitupan peti. Jenazah tersebut masukkan
bersama-sama barang-barang kesukaan almarhum kemudian petinya dipenuhi dengan
uang kertas sembahyang. Setelah semuanya selesai dimasukkan, peti bersiap untuk
ditutup dan upacara berlanjut ke ritual selanjutnya, yaitu memaku peti jenazah.
Pada saat paku pertama hendak ditancapkan, padri
mengucapakan kalimat, “It thiam teng, po pi kia sai” yang artinya
“paku pertama diberkatilah anak menantu”. Demikian seterusnya sampai paku ke
empat. Setelah itu, diadakan doa dengan harapan agar meringankan dosa yang
diperbuat oleh orang yang meninggal itu.
Menggeser peti mati, dalam budaya Tionghoa, harus dilakukan hati-hati dan tidak bisa sembarangan. Saat menggeser, jangan sampai peti mati menyentuh kusen pintu rumah, roh almarhum akan tinggal di tempat yang tersenggol dan bisa mengganggu kehidupan sehari-hari.
Menggeser peti mati, dalam budaya Tionghoa, harus dilakukan hati-hati dan tidak bisa sembarangan. Saat menggeser, jangan sampai peti mati menyentuh kusen pintu rumah, roh almarhum akan tinggal di tempat yang tersenggol dan bisa mengganggu kehidupan sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar